Satu di Antara Mimpi2 Saya: Mengembalikan Kebesaran Bahasa Jawa

Scripta manent verba volant
Kegelisahan hati sejak lama membuncah setiap mendengar pitutur dari bahasa latin tersebut. Sebagai putera asli Jawa saya berangan2 bahasa ibu saya ini bisa lestari turun temurun ke anak, cucu, buyut, canggah, wareng, udhek2, gantung siwur, gropak senthe, debog boaok, galih asem dst.

Semua orang tahu semakin ke sini penutur bahasa Jawa semakin terkikis jumlahnya. Perkembangan jaman dan majunya tekonologi membuat bahasa Jawa semakin ditinggalkan lantaran penuturnya lebih memilih kemindon dan keminggris.

Meski sedikit terselamatkan dengan adanya kesadaran berbahasa Jawa dari segelintir kalangan muda dan tokoh2 semacam Sujiwo Tejo, bahasa Jawa selebihnya hanya dikenal sebagai bahasa verbal, bukan bahaaa tulisan.

Saya jarang sekali mendapati adanya buku bacaan atau situs berita yang menggunakan bahasa Jawa. Padahal penutur bahasa ini masih besar dan suku Jawa pun menjadi suku terbesar di negeri ini.

Pertanyaan saya, akan sampai kapan bahasa Jawa bertahan menjadi bahasa ibu bagi penduduk Jawa Tengah, Jawa Timur, sebagian Lampung dan beberapa titik lain. Penggalakan Kemis Jawa oleh pemerintah daerah seharusnya lebih digiatkan dan menyeluruh hingga ke kantor2 san sekolah2.

Tidak hanya itu, pemangku kebijakan juga harua bisa menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa tulisan lagi, meski penggunaan hanacaraka mustahil diterapkan. Saya sempat membaca cuitan seseorang yang mengatakan DI Yogyakarta sudah mencanangkan, huruf Jawa hanacaraka agar dimarakkan pemakaiannya.

Saran saya, perbanyak lomba2 menulis cerpen atau artikel berbahasa Jawa. Radio, podcast akun2 YouTube, instagram, facebook, dan twitter juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana. Lebih penting, generasi muda jangan malu memakai bahasa Jawa dan berlogat Jawa.

Ini salah satu masalah utama hilangnya kesadaran berbahasa Jawa, sebagian anak muda malu dengan cengkok medoknya. Seorang kawan penyiar radio mengatakan, seorang penyiar mustahil dipekerjakan jika logatnya Jawa kental. Lebih parah lagi karena radio tersebut berstudio di Semarang, ibukota Jateng.

Yang di daerah kemindon, yang di Jakarta keminggris. Sulit memang mengurai mentalitas kreol tambal-sulam seperti orang2 ibukota negara yang pengaruhnya sudah menjalar ke seluruh pelosok negeri. Maka tidaklah heran jika selama bekerja di Australia saya sering mendengar penggunaan lu-gue dari sesama orang Indonesia. Baik itu Feri orang Medan, Faris orang Pemalang, Najib orang Temanggung, atau Ripai orang Lombok.

Mimpi saya, bahasa Jawa yang secara umur lebih tua dari bahasa Indonesia dan kosakatanya yang jauh lebih banyak, bisa kembali menjadi bahasa-tidak hanya bahasa percakapan- namun menjadi bahasa ilmu, bahasa sastra, dan lebih penting lagi tetap menjadi bahasa ibu bagi orang2 Jawa selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

*ungkapan latin di atas bermakna yang tertulis akan abadi, yang diucapkan akan musnah

Comments

Popular posts from this blog

Disiplin Diri

Gunung

Piala Dunia