Posts

Showing posts from March, 2020

Pake Make

Apa panggilan kalian untuk orangtua? Saya sejak kecil menyebut ibu bapak dengan make pake. Seksi bukan? Tumbuh di lingkungan kelas pekerja, hampir tidak ada anak2 dari keluarga buruh yang memanggil orangtuanya dengan bapak ibu, ayah bunda, apa lagi papa mama. Segelintir saja bisa didapati kawan yang memanggil ibu bapak, dan itu biasanya mererek dari kalangan pegawai negeri sipil. Banyak kawan merasa gengsi dengan ini, sehingga mereka memilih menyebut kata bapak ibu saat bercakap2 dengan teman dari luar daerah. Saya sih santai2 saja, menurut saya tampang dan latar belakang saya dan kami orang Comal tidak cocok untuk memunculkan sosok bersapaan bapak ibu papa mama. Memakai pake make, maka itu sudah cukup menunjukkan jatidiri kami. Namun sayang, semakin ke sini semakin kecil kesadaran orang untuk menggunakan pake make untuk memanggil orang tua. Para orangtua dari generasi yang lebih muda cenderung memilih ayah bunda dan papa mama, termasuk bapak ibu yang jumlahnya juga semakin sed

Tips Membaca Seperti Hatta

Hari ini saya diliburkan. Pagi2 sekali bos menelepon dan bilang jadwal membungkus kopi diganti Selasa besok karena ada masalah pada mesin. Posisi saya sudah siap, rapi, bekal sudah masuk tas, terpaksa batal berangkat. Saya putuskan untuk melanjutkan kegiatan membaca, yang sudah saya lakukan lepas subuh. Namun bedanya, kegiatan membaca berbeda karena saya memakai celana panjang tebal dan kemeja flanel lengan panjang. Saya merasakan hal lain, gairah saya berbeda. Biasanya saya membaca sambil memakai sarung atau celana kolor pendek. Sambil tiduran atau klekaran. Namun kali ini saya putuskan membaca sambil duduk. Alat pencatat yang saya siapkan pun berguna karena antusiasme saya mengaktifkan daya tangkap otak saya lebih lekas dan gegas. Saya suka mencatat kalimat2 yang saya baca, jaga2 kalau ada gagasan penting yang bisa saya pakai untuk bahan tulisan atau jadikan pegangan hidup. Lalu teringatlah saya dengan kalimat seseorang, yang mengatakan Bung Hatta, salah satu proklmator kemer

Mimpi Buruk Bangsa Keminggris

Dua minggu lalu, dunia hiburan di Tanah Air digegerkan dengan kematian seorang pemeran laki2 yang cukup terkenal lantaran sebelumnya ia beristrikan seorang bintang masyhur. Dalam suasana duka, seorang sahabat dari sepasang suami istri artis itu bercuit di twitter, ia tak bisa berkata apa2 saat sahabatnya mengungkapkan isi hati setelah kepergian sang suami, “It is like a nightmare, but it is real.” Dalam keadaan belasungkawa, saya membaca cuitan itu dengan hati masygul. Dengan suasana hati yang demikian berduka si artis masih sempat berbahasa Inggris, bahasa yang bukan bahasa ibunya. Mungkin saja ia berbahasa Inggris dengan almarhum suami dan anak, namun yang membuat saya takjub adalah betapa bahasa Inggris sudah merasuki alam bawah sadar manusia Indonesia, paling tidak mereka yang hidup di kota besar. Saya sangat rewel dengan urusan keminggris ini, sebab bahasa Indonesia adalah benteng terakhir harga diri bangsa Indonesia. Andai saya boleh dan mungkin, saya akan memaki atau paling tida