Merasa Tak Ikhlas Beribadah? Jalan Terus!

Pernahkah terlintas dalam benak kita, mungkinkah berdoa, sembahyang, atau berzikir kepada Allaah tanpa ada embel2 duniawi di sebaliknya? Mungkin ada beberapa dari pembaca blog sederhana saya yang budiman yang pernah mendengar nama dan kisah Rabiah al Adawiyah?
Sufi wanita mahsyur ini dikenal akan kecintaannya yang luar biasa terhadap Sang Pencipta.

"Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
yang abadi padaku"

Puisi di atas merupakan sepenggal dari puisi2 terkenal gubahan Rabiah kepada Sang Khalik.

Soal tidak ikhlas dalam ibadah ini dan sering malu jika mengingatnya. Saya malu karena saya tampak tidak ikhlas melakukan ibadah tersebut, namun apakah seharusnya memang demikian? Lantas kalau sudah merasa tak ikhlas kita harus bagaimana? Berhenti berdoa dan berharap perasaan itu hilang baru kita mantap beribadah lagi.

Dari perenungan hati yang paling dalam, saya jawab jangan berhenti berdoa, sembahyang, zikir atau apapun kaitannya tentang ibadah kepada Allaah kendati kita merasa ibadah itu ada embel2 duniawi.

Saya pernah berduka, berharap segala keinginan saya terpenuhi dan berdoa kepada Allaah agar mengabulkannya. Pun kemudian muncul di kepala, kenapa saya berzikir memuji2 Allaah karena saya butuh sesuatu untuk dikabulkan.

Dulu, sekitar tahun 2005, dalam penantian panjang bus Handoyo jurusan Bogor-Sragen yang pada akhirnya saya tinggalkan di Brebes karena bua berbelok mengambil jalur selatan (saya tak habis pikir kenapa saya ambil trayek ini meski tujuan saya Pemalang, hehe), si pedagang tiket berkata ia sembahyang saat hatinya tenteram dan tidak gelisah.

Menurut si bapak yang asal Padang itu, hati yang muram tidak nyaman untuk dibawa beribadah dan akan sia2 saja.
Dulu saya masih hijau, sehingga meski pemahaman saya tentang kewajiban salat tidak dangkal2 banget saya cuma bisa mendengarkan.

Waktu berlalu dan saya punya bahan2 sanggahan yang semakin banyak untuk bapak tadi. Meski tak mungkin lagi saya sampaikan, saya katakan kepada pembaca blog sederhana saya ini yang terhormat, beribadahlah sebagai kewajiban!

Tak peduli apa suasana hatimu, tak peduli ada udang di balik batu terkait keinginanmu beribadah, tak ada urusan dengan ketulusan niat karena ibadah itu wajib.

Jangan tunda sembahyangmu, perbanyak bacan Quranmu, berdoa sebanyak2nya karena insan seperti nabi Muhammad pun berdoa berjam2 di atas untanya. Allaah pasti mengabulkan, kita sabar saja. Tak perlu menjadi sufi untuk bisa menunjukkan cinta kepada Allaah karena berharap kepada yang Maha Memberi Rejeki adalah keniscayaan.

Jadi sekali lagi, tidak apa2 beribadah dengan iming2 ada keuntungan duniawi. Iringi dengan istighfar, pohonkan ampun agar hati kita dibersihkan dari niat2 tercela. Sementara itu, kita latih diri kita agar semakin ikhlas, qonaah, dan sadar jika segala sesuatunya sudah ditentukan dalam takdir. Dengan demikian hubungan kita dengan Allaah akan semakin tulus, murni dan bermutu.

Mareeba, 29 Januari 2020.

Comments

Popular posts from this blog

Disiplin Diri

Gunung

Piala Dunia