Posts

Showing posts from 2017

Menyelamatkan Bahasa Indonesia

"Kenapa sih harus pakai kata hoax? Bukankah sudah ada kata palsu?" "Kenapa hoax dibaca hoaks ya, seharusnya kan hoks.." Dua pertanyaan tadi muncul secara acak di linimasa twitter saya. Tidak ada yang salah dengan klaim atas kedua pertanyaan yang juga mengandung pertanyaan itu. Yang jadi masalah adalah kenapa kita mudah sekali mengucapkan Bahasa Inggris tidak pada tempatnya. Beberapa minggu yang lalu, seorang narasumber saya mengirim pesan singkat. Ia menanyakan gaya penulisan saya dalam salah satu artikel, yang menuliskan nama jabatan atasannya dalam Bahasa Indonesia. Saya jelaskan baik-baik, jika kaidah penulisan yang benar adalah menggunakan Bahasa Indonesia. Di tempat narasumber saya bekerja ini, semua jabatan sebenarnya ditulis dalam Bahasa Inggris (!). Entah apa alasannya, yang jelas ketika saya sampaikan sesuatu yang menurut saya ganjil ini kepada salah satu pegawai, dia hanya bengong. "Oh, begitu ya?" Bisa dijamin, pegawai yang saya beri p

Sejumput Pengamatan Dalam Perkembangan Bahasa Inonesia: Lalim Jadi Zalim

Menikmati setiap kata dan kalimat dalam Bahasa Indonesia, berikut menyoroti perkembangannya, itulah yang saya rasakan belakangan ini. Berbeda dari jaman remaja hingga pertengahan masa kuliah dulu, saat beringgris ria menjadikan keseharian, serkarang hampir tidak pernah saya menulis atau mengatakan sesuatu dalam Bahasa Inggris jika tidak benar-benar dibutuhkan. Ngomong-ngomong soal perkembangan Bahasa Indonesia, sepertinya ada tren menarik saat beberapa kata serapan dari Bahasa Arab belakangan kerap sering dipakai. Bukannya dari kalangan akademisi maupun wartawan, justru kalangan politikuslah yang paling getol menyebarkan kata-kata serapan ini. Hangatnya cuaca perpolitikan dalam negeri rupa-rupanya cukup mendukung penyebarluasan kata-kata serapan sekaligus menambah lema-lema baru dalam bahasa kita. Hayo, siapa bisa menyebutkan makna dari kata-kata ini: tabayyun, haqqul yaqin, ikhtiar, tawakkal, dan zalim. Khusus kata yang terakhir, ada kasus menarik karena penulisan dan pengejaannya m

Menjadikan Orang Indonesia Lebih Tinggi, Mungkinkah?

Image
Saya tergelitik dengan artikel dari Tirto.id ini  tentang persentase orangtua Indonesia yang menginginkan anaknya hidup berbahagia yang lebih banyak dibandingkan dengan orangtua yang ingin anaknya hidup sehat. Masalah kesehatan anak sudah lama mengganggu pikiran saya, dan jika boleh saya kerucutkan perkara ini bermula dari tontonan sepakbola. Pada laga Piala AFF Desember 2016 antara Indonesia dan Singapura, terlihat jelas perbedaan dalam asupan nutrisi pada para pemain kedua negara. Pemain Singapura begitu tegap, tinggi, dan memiliki rambut tebal. Sementara pemain Indonesia sebaliknya, ceking, lebih pendek dan berambut tipis. Khusus mengenai tinggi badan, saya penasaran, apakah bangsa kita ini bisa memiliki penduduk dengan tinggi badan rata-rata di atas 170 sentimeter? Pertanyaan ini bukan tanpa alasan, sebagai penggila olahraga bal-balan saya ingin melihat pemain timnas tak kalah keren bersanding dengan pemain-pemain asal Eropa. Postur menunjang akan memperbesar peluang timna

Menantikan Jose Menjawab Mimpi

Image
Jose Mourinho sukses memberikan Piala Liga, namun saya masih belum yakin dia akan berjaya di Manchester United. Setidaknya ketidakpercayaan saya ini berlangsung ketika ia belum ada setahun menukangi MU. Saya tak bisa mengatakan MU hanya cocok ditangani Sir Alex Ferguson, namun sebagai pecinta MU garis keras (saya katakan garis keras karena tidak ada sepakbola yang saya tonton bahkan dukung kecuali MU), rasanya United sedang menuju ke arah berbeda. Lupakan perkataan Mou tentang pemecatan Claudio Ranieri oleh manajemen Leicester City, dimana Jose mencibir manajemen klub sepakbola modern yang cenderung berpikir pendek dan pragmatis. Dunia sedang beranjak, meliputi sepakbola, namun apakah kesuksesan sebuah tim hanya bisa dicapai dengan cara berpikir pragmatis? Saya pribadi menjawab tidak. Semua butuh filosofi, dan yang sedang dibangun Mourinho jelas-jelas bertentangan dengan akar yang sudah ditanam Sir Alex di jamannya dulu. Mou tidak menghargai pemain muda, terutama mereka yang jelas

Waktunya Mourinho Bayar Kesabaran Fans MU

Mengawali musim dengan gagah, lalu limbung ketika musim memasuki tengah-tengah, itulah gambaran kiprah Manchester United di kompetisi liga Primer Inggris 2016/2017. Tanpa melupakan kebesaran mereka di masa lampau, MU yang sekarang tidak ubahnya tim semenjana. Lupakan rekor tak terkalahkan selma 17 laga di liga (setidaknya sampai tulisan ini dibuat), bercokol di bawah tim medioker semacam Tottenham dan Liverpool jelas bukan sesuatu yang membanggakan. Apalagi melihat si pembesut adalah pelatih paling angkuh sedunia, Jose Mourinho. Harapan mengembang di tiga kejuaraan lain: Liga Europa, Piala FA, dan Piala Liga. Secara berturut-turut ketiganya adalah turnamen yang gengsinya tidak sepadan, namun akan tetap membanggakan mengingat United masih dalam pacuan untuk memperebutkan posisi empat besar di liga. Untuk kejuaraan yang disebut terakhir, Minggu (26/2) malam nanti akan menjadi ajang pertama Mourinho unjuk kemampuannya melatih United. Reputasinya juara di empat liga berbeda akan semakin

Menantikan Kontroversi Si Emas Zlatan Ibrahimovic

Zlatan, nama yang dalam bahasa Slavia berarti emas. Bisa jadi kata ini dijadikan doa oleh Sefik ibrahimovic ketika sang istri, Jurka, melahirkan anak ketiganya. Keduanya kebetulan pula sama-sama berdarah Slavia, sehingga tidak kesulitan menyamakan visi mengenai nama si jabang bayi. Tumbuh di lingkungan keras Malmo bersama ribuan imigran lain, putra Sefik dan Jurka ini memang benar-benar ditempa sebelum mencapai masa keemasan dalam hidupnya, menjadi pesepakbola hebat. Tidak hanya hebat, Zlatan Ibrahimovic adalah nama spesial sekaligus sebuah kontroversi. Posturnya tinggi besar, dan pernah ia sebut pantas menggantikan posisi Menara eiffel di Paris. Tambahkan pula butir lain, arogansi yang berkarisma, yang tidak dimiliki oleh pemain besar kepala macam Mario Balotelli. Balo memang biang kerok, namun ia selalu gagal mempesonakan karena sikapnya yang tidak profesional dan kualitas permainannya yang naik turun. Sementara Zlatan adalah tua-tua keladi, maki tua makin jadi. Prestasi individu d