Merdeka Yang Tak Merdeka

Orang bilang, kita bangsa Indonesia memiliki kedaulatan mutlak dalam memberi nama anak. Tidak ada yang paten, yang harus kita patuhi dalam memutuskan apa nama yang baik untuk anak kita.

Beberapa orang memberi nama anak-anak mereka dengan nama barat. Terlepas dari ketentuan memberi nama baptis di kalangan nasrani, tapi pemberi nama barat ini pernah dan masih menjadi kecenderungan bagi sebagian besar para orang tua di Indonesia. 

Beberapa lainnya memberikan nama Arab, terutama para orang tua muslim yang ingin anaknya tumbuh besar menjadi seorang yang saleh atau salehah. Tren nama Islami atau Arab ini semakin menjadi-jadi dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan nama-nama yang di tanah Arab sendiri tidak dipakai. Tentu dengan sentuhan barat dalam penulisan Latinnya: Nazneen, Ameera, Shaqeena, Noura..

Dulu ada seseorang saya kenal yang ketiga anak pertamanya diberi nama barat. Lahirlah anak keempat dan ia berikan nama Wisnu. Alasannya sudah tiga orang bernama barat, yang berikutnya harus nama berbau religi. Dia seorang muslim.

Kecenderungan ini disebut-sebut akan berubah lagi. Orang RI dikenal suka meniru. Mereka akan mencontoh sesuatu yang di kiranya keren, atau paling tidak dilakukan oleh panutan mereka. Tokoh Fiersa Bersari memberi anaknya nama Kinasih Menyusuri Bumi. Sastrawi, juga lugas. Entah apa yang mendasari penamaan anaknya demikian, yang jelas Pak Fiersa tentu tidak ingin putrinya tumbuh besar menjadi pengembara di muka dunia.

Bicara soal penamaan nama anak, apakah nama-nama khas Indonesia yang penuh dengan suku dan budayanya masih akan dipakai? Tidak ada yang bisa menjawab pasti. Yang jelas adalah kita diberi kemerdekaan memilih nama anak, namun di sisi lain kita juga tidak merdeka kerana masih bergantung pada tren.

Saya pernah tinggal di Australia beberapa tahun. Dua rekan kerja dengan usia terpaut jauh bagai ayah dan anak, memiliki nama yang sama, William. Sesuatu yang jarang ditemui di RI (saya membayangkan jika di era sekarang ada guru SMA bernama Slamet dan di kelasnya terdapat murid bernama sama). di Australia nama-nama orang cenderung itu-itu saja: Jack, George, Steve, Mike, Vicky. Membosankan tapi menunjukkan kepribadian kuat.

Nama, bagi saya, bukan hanya doa tapi juga pertanda. Pertanda si pemilik nama akan jadi apa, setidaknya bisa dirasakan dari namanya.

Nama Suharjono cocok untuk nama jenderal, tapi tidak cocok untuk nama customer service. Demikian halnya nama Elliot, tak cocok untuk jadi nama kepala dinas. Saya pernah ketemu seorang teller bank laki-laki bernama Elliot.

Comments

Popular posts from this blog

Disiplin Diri

Gunung

Piala Dunia