Sejumput Pengamatan Dalam Perkembangan Bahasa Inonesia: Lalim Jadi Zalim

Menikmati setiap kata dan kalimat dalam Bahasa Indonesia, berikut menyoroti perkembangannya, itulah yang saya rasakan belakangan ini. Berbeda dari jaman remaja hingga pertengahan masa kuliah dulu, saat beringgris ria menjadikan keseharian, serkarang hampir tidak pernah saya menulis atau mengatakan sesuatu dalam Bahasa Inggris jika tidak benar-benar dibutuhkan.

Ngomong-ngomong soal perkembangan Bahasa Indonesia, sepertinya ada tren menarik saat beberapa kata serapan dari Bahasa Arab belakangan kerap sering dipakai. Bukannya dari kalangan akademisi maupun wartawan, justru kalangan politikuslah yang paling getol menyebarkan kata-kata serapan ini. Hangatnya cuaca perpolitikan dalam negeri rupa-rupanya cukup mendukung penyebarluasan kata-kata serapan sekaligus menambah lema-lema baru dalam bahasa kita. Hayo, siapa bisa menyebutkan makna dari kata-kata ini: tabayyun, haqqul yaqin, ikhtiar, tawakkal, dan zalim. Khusus kata yang terakhir, ada kasus menarik karena penulisan dan pengejaannya mengalami perubahan, meski secara makna tidak mengalami perubahan.

Simak kalimat berita terbaru yang memuat kata zalim berikut ini:

"Selama menjadi advokat, Ate aktif membela orang-orang yang disingkirkan karena diskriminasi agama, rakyat miskin, dan orang-orang dizalimi. Dalam dunia advokasi dan pembelaan kemanusiaan, Ate juga bergabung dalam koalisi Advokat internasional untuk pembelaan hak-hak bangsa Palestina."
Pendiri AJI Ahmad Taufik Meninggal Dunia (Detik.com, Kamis 23 maret 2017, 22:44 WIB).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia daring, pengertian lalim memang sudah digabung bersama pengertian kata zalim. Lebih lengkapnya adalah seperti di bawah ini:

zalim/za·lim/ a bengis; tidak menaruh belas kasihan; tidak adil; kejam;

menzalimi/men·za·limi/ v menindas; menganiaya; berbuat sewenang-wenang terhadap;

menzalimkan/men·za·lim·kan/ v menzalimi;

kezaliman/ke·za·lim·an/ n kebengisan; kekejaman; ketidakadilan.

mengapa kata ini bergeser, seperti yang saya paparkan di atas, penggunaan kata zalim oleh politikus turut memperkuat posisi kata ini. Di sisi lain, kata lalim yang dulu kerap kita baca di buku-buku pelajaran sekolah dasar menjadi menciut posisinya karena sedikitnya penggunaan kata ini.

Teori tersebut memang berasal dari pendapat saya pribadi, namun jika akan kawan-kawan yang punya pendapat lain, atau jika ada yang menemukan kasus serupa pada kata lain, bolehlah disampaikan di kolom komentar. Tabik

Comments

Popular posts from this blog

Disiplin Diri

Gunung

Piala Dunia