Renungan

Pagi-pag i(29/10) dapat SMS dari teman sekampung. Dia lapor kalo ada tetangga yang bunuh diri semalam. Konon si tetangga itu punya penyakit akut serta beberapa masalah keluarga yang alot.Lemes aja dengernya, mengingat si "Bung" ini lumayan dekat dengan saya. Warung kopi pinggir jalan gara-garanya. Yang lebih bikin lemes, proses 'cabut nyawa'nya lumayan sadis, menabrakkan diri ke arah kereta api yang lagi ngebut (ada gak seh kereta api jalannya pelan? :p) Yay, memang terkadang bunuh diri adalah cara terbaik dan terburuk sekaligus terakhir alias pamungkas. Pikiran saya langsung terbang pada nama Kurt Cobain. Dialah pahlawan saya semasa SMA, tentu bukan karena sisi gelapnya sebagai drug user melainkan karena musiknya yang terlalu mewakili jiwa saya. Kurt mati menembak kepalanya sendiri gara-gara tekanan media sama ketergantungan heroin. Kurt, selayaknya si 'Bung' tetangga saya, mti karena tidak tahan menanggung beban hidup. Pertanyaannya kemudian, sejahat itukah hidup? Lalu semudah itukah kita mengakhirinya dengan harapan bahwa semua perkara juga ikut selesai, terkubur dalam bersama jasad yang tak utuh lagi? Masing-masing kepala punya jawabannya sendiri. Saya dengan kepala saya akan mengatakan tentu tidak! Hanya orang bodoh dan pengecut yang mengira bahwa bunuh diri adalah satu-satunya jalan. Kenapa tidak mereka mati dari dulu saja jika tau hidup ini penuh dengan masalah? Daripada mengumpulkan semua masalah itu sambil berharap akan datang keajaiban menolong.. Akh, terlalu rasanya tega untuk menjustifikasi mereka yang terlanjur. Lebih baik sekarang bersiap untuk pergi sholat Jum'at. Semarang 29/10

Comments

Popular posts from this blog

Disiplin Diri

Gunung

Piala Dunia