Menantikan Kontroversi Si Emas Zlatan Ibrahimovic

Zlatan, nama yang dalam bahasa Slavia berarti emas. Bisa jadi kata ini dijadikan doa oleh Sefik ibrahimovic ketika sang istri, Jurka, melahirkan anak ketiganya. Keduanya kebetulan pula sama-sama berdarah Slavia, sehingga tidak kesulitan menyamakan visi mengenai nama si jabang bayi.

Tumbuh di lingkungan keras Malmo bersama ribuan imigran lain, putra Sefik dan Jurka ini memang benar-benar ditempa sebelum mencapai masa keemasan dalam hidupnya, menjadi pesepakbola hebat. Tidak hanya hebat, Zlatan Ibrahimovic adalah nama spesial sekaligus sebuah kontroversi. Posturnya tinggi besar, dan pernah ia sebut pantas menggantikan posisi Menara eiffel di Paris. Tambahkan pula butir lain, arogansi yang berkarisma, yang tidak dimiliki oleh pemain besar kepala macam Mario Balotelli. Balo memang biang kerok, namun ia selalu gagal mempesonakan karena sikapnya yang tidak profesional dan kualitas permainannya yang naik turun. Sementara Zlatan adalah tua-tua keladi, maki tua makin jadi. Prestasi individu diimbangi dengan kesombongan serta keberaniannya untuk "menindak" pemain lawan tanpa pandang bulu membuatnya selalu menjadi pemenang di lapangan.

tengoklah laga Manchester United versus Fenrbahce di gelaran Liga Europa 2016/2017. Pemain kasar macam Martin Skrtel yang punya reputasi bengis terhadap striker lawan dibuat anteng saat adu mulut dengan Zlatan. Sepanjang pengetahuan saya, baru satu pemain yang berani meladeni Zlatan, yakni Oguchi Onyewu, rekan setim ketika di Milan. Sayang, rekaman perkelahian keduanya hampir mustahil didapatkan sehingga tidak bisa kita putuskan apakah Zlatan pernah "kalah" atau selalu menang.

Namun sayang, kalau berbicara kontroversi si "emas" ini, masih ada yang belum digenapkan Zlatan sebagai pemain andalan MU. Klub ini dikenal memiliki pemain arogan berkarisma sekaligus kontroversial. Mulailah dengan menyebut Eric Cantona, pemain Prancis keturunan Katalan yang pada 1997 mengentakkan jagad persepakbolaan dengan tendangan kungfunya ke arah suporter Crystal Palace.  Jangan lupakan pula Roy Keane, kapten United saat meraih treble pada 1999 punya sederet catatan hitam, namun yang paling fatal adalah ketika terjangan kakinya memupuskan kiprah pemain Manchester City, Alf Inge Haaland, dari lapangan hijau.

Baik Eric mau pun Roy sendiri sama-sama memberikan sanjungan kepada Zlatan ketika Ibra memutuskan merapat ke Old Trafford, musim panas 2016. Tak mau keduluan, Eric memulai olok-olok jika Zlatan boleh saja ke Manchester namun jangan berharap menjadi raja di sana, karena posisi itu miliknya. Sebuah gertakan yang dijawab enteng oleh Zlatan, ia tidak mau jadi raja atau pangeran melainkan jadi dewanya Manchester. Tapi saling balas ejek saja tidak cukup, Zlatan perlu menunjukkan lebih.

Zlatan harus menjawab pe er ini, karena tanpa kontroversi belum afdal baginya menjadi "dewanya" Manchester . Ujaran Juan Mata jika Zlatan kerap menggoda pemain taruna MU rasa-rasanya belum menggemparkan untuk kelas pemain yang pernah mengacungkan tangan seolah-olah menembak kepada ofisial lawan. Pun demikian dengan ulah menggelikannya kepada Nicolas Otamendi saat Derby Manchester kemarin, ketika ia "menawarkan" kemaluannya kepada si Argentina. Itu semua belum cukup. Zlatan perlu menunjukkan jika ia pun jagoan di ranah Inggris, negeri yang sebelumnya tidak pernah menarik hatinya.




Ayo Zlatan, tunjukkan pada kami kontroversimu!

Comments

Popular posts from this blog

Disiplin Diri

Gunung

Piala Dunia