Beton Pantura

 Dulu, jalan raya pantura tidak ada pembatas. Jalur kanan kiri berjajar tanpa ditengahi beton. Jika kami hendak ke arah Pekalongan dari Jalan Raya Ujunggede, kami tinggal menyeberang di pertigaan. Saya ingat betul ketika Emak saya mengajak saya naik becak atau andong ke Pasar comal, atau kakak perempuan saya perlu mengayuh sepeda untuk pergi ke Blandong membelikan saya tabloid Fantasi, tak perlu repot-repot mencari bundaran atau roundabout. 

Demikian halnya ketika warga dari Jatirejo atau Ujunggede hendak saling berkunjung, mereka tinggal menyeberang. Saat saya kecil saya sering sekali berkunjung ke Jatirejo, banyak kawan masa belia dari sana. Aji, Salman, Andi Kuping, Ari, Tating, Ud.. Di suatu waktu anak-anak dari desa-desa di utara jalur pantura bermain bersama anak- anak dari kawasan selatan adalah hal umum.

Tapi segala hal itu terjadi dulu, ketika jalanan masih tak seramai hari ini. Sekarang jalur pantura seperti sungai Comal, selalu deras arusnya dan tak jarang pula dibanjiri kendaraan hingga meluap ke bahu-bahu jalan. Seperti sungai pula, jalur pantura perlahan-lahan memutuskan ikatan-ikatan antardesa yang terletak di sisi selatan dan utaranya. Jaman melaju dan peradaban berganti. 

Saya tidak ingat pasti kapan tepatnya beton-beton di tengah jalur pantura itu dipasang, mungkin ketika saya SMP atau SMA. Berkat adanya beton pembatas, kini kami pengendara harus memutar agak jauh, di depan Rumah Makan Utomo. Tak banyak pengayuh sepeda yang sudi memutar sejauh itu, terlebih lagi arus lalu lintas begitu padatnya. Mereka lebih suka memotong, atau melawan arus untuk kemudian menuntun sepedanya di bahu jembatan Comal. Demikian halnya para pengendara sepeda motor, sebagian memilih jalan praktis dengan resiko ganda, melawan arus sekaligus menggunakan bahu jalan. Kita nomor satu untuk urusan melawan arus.

Beton pembatas mengingatkan saya akan tembok pemisah di Palestina yang dibangun pendatang Yahudi, atau tembok pencegah imigran gelap dari Meksiko yang dibangun mantan presiden Amerika Donald Trump. Apa-apa yang membatasi biasanya tak menyenangkan.


Comments

Popular posts from this blog

Disiplin Diri

Gunung

Piala Dunia